Selamat Datang

Tanggal 20 April 2007, daerah Lintang IV Lawang diresmikan sebagai Kabupaten yang ke 15 di Propinsi Sumatera Selatan, KABUPATEN EMPAT LAWANG sebutannya,yang meliputi 7 Kecamatan: Pendopo Lintang, Muara Pinang, Lintang Kanan, Ulumusi, Pasemah Air Keruh, Talang Padang dan Tebing Tinggi, melalui Media ini kami akan menampilkan Kabar dan perkembangan Kabupaten baru ini, baik dari sisi “Pembangunan, Seni Budaya, Pariwisata, Kebudayaan dan Sosial Politik” Media ini sebagai jembatan Silaturahmi Masyarakat Lintang IV Lawang yang ada di seluruh penjuru dunia, sebagai wujud kebersamaan membangun Kampung Halaman tercinta, kepada para pengunjung Blog ini kami persilakan anda mengutip/menyunting isi blog ini dan mohon dapat anda sebutkan sumbernya, yang tentunya kami berharap Suku Lintang IV Lawang dapat dikenal oleh masyarakat diseluruh dunia, untuk Masyarakat Empat Lawang yang Singgah disini saya undang anda untuk bergabung di KOMUNITAS/MILLIS Empat Lawang, silakan Klik alamat ini : http://groups.google.co.id/group/lintang-iv-lawang?hl=id Kritik dan saran kirim ke is.majid@gmail.com

AddThis

Bookmark and Share

Rabu, 29 Agustus 2007

Photo dan Photo

Salah satu pesan yang disampaikan oleh Yulizar Dinoto. SH dalam pencalonannya sebagai Balon Bupati Kabupaten Empat Lawang






Yulizar Dinoto dan Keluarga

Profil Salah Satu Calon Bupati Empat Lawang


YULIZAR DINOTO.SH

Salah satu diantara beberapa Calon Bupati Empat Lawang, yang ikut meramaikan Pilkada Tahun 2008, dilahirkan di Lahat pada tanggal 30 Juli 1956 putra pasangan H. Muhammad Rusdi Bin Pangeran Ibrahim asal dusun Gunung Meraksa Baru dengan Hj. Ning Kartini Binti Demang Oemar asal dusun Muara Danau.
Lebih sering dipanggil Noto, saat ini masih memegang jabatan sebagai Wakil Kepala Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Selatan, cukup banyak jabatan yang telah dilalui oleh beliau, diantaranya Wakil Bupati Kabupaten Lahat, Kepala Biro Otonomi Daerah Setda Propinsi Sumatera Selatan, Kepala Bagian Tata Usaha Ditsospol Propinsi Sumatera Selatan, PLT Kepala Bappeda Kota Madya Palembang serta beberapa jabatan lainnya.
Didalam berorganisasi beliau cukup banyak terlibat diantaranya, sampai sekarang Noto masih dipercaya sebagai Ketua DPD AMPI Propinsi Sumatera Selatan, beberapa pengalaman berorganisasi diantaranya ; Wakil Ketua KNPI Sumatera Selatan, Seketaris Majelis Pemuda Indonesia Sumatera Selatan dan masih banyak lagi jabatan organisasi kemasyarakatan yang beliau terlibat didalamnya.
Dengan Motto " Bersama Kita Berbuat Demi Kesejahteraan Rakyat ", Noto hadir mencalonkan diri untuk turut dalam Pesta Demokrasi yang akan berlangsung Tahun 2008, terlepas dari semua itu Masyarakat Kabupaten Empat Lawang lah yang akan memilih calon pemimpin mereka.



Senin, 27 Agustus 2007

Adat Perkawinan Daerah Lintang IV Lawang (lanjutan 2)

Beberapa hari setelah selesai ‘Baantatan’, calon bunting dan calon penganten diperkenalkan dengan sanak keluarganya yang disebut dengan “Nundokan Bunting atau Penganten”, setelah itu mereka akan meniti masa pertunangan,.

Selama masa pertunangan mereka diharuskan membantu segala macam pekerjaan calon mertua, masa pertunangan ini tergantung dari hasil perasanan dulu bisa 1 tahun atau lebih, masa pertunangan yang panjang ini dimaksudkan untuk penilaian calon bunting / penganten baik sikap, tingkah laku, kejujuran maupun keimanannya.

Disamping itu juga masalah keterampilan, kemampuan dan kesungguhan untuk berumah tangga, penilaian semacam ini nampaknya perlu dilakukan dikarenakan masyarakat daerah Lintang IV Lawang umumnya tidak mengalami masa belinjangan yang cukup lama, untuk menilai isi hati calon yang dipilihnya tersebut.

Hal yang wajar bila muda mudi daerah Lintang IV Lawang baru satu atau dua kali bertemu/ngecek, langsung memadu rasan.

Sebagai konsekuensinya bila penilaian antara calon bunting dan calon penganten tidak cocok, maka perkawinan mereka akan dibatalkan.

Betapa sakit hati kalau mengalami hal semacam ini, bukankah tadi sicalon tersebut sudah membantu segala macam pekerjaan calon mertua ( nebas, nebang, nyawat, ngetam, pokok o nyadi kebau putih ), disamping itu nama baikpun sudah tercemar, sebab dimata masyarakat orang tersebut tidak ada kecakapan (Kedaekan) sehingga menyulitkan untuk meminang gadis lain. Oleh karena itu calon bunting dan calon penganten harus lebih berhati hati jangan sampai rasan orong, jika perlu kalau tadinya kurang rajin bekerja dan beribadah maka pada masa pertunangan ini harus ditingkatkan, agar mendapat penilaian ( penindaian ) dari calon mertua.

Bila masa tunangan itu berjalan lancar dan cocok, menurut penindaian calon mertua, maka proses selanjutnya adalah acara pesta pernikahan.

Menjelang dua minggu lagi pesta pernikahan, orang tua calon bunting mengadakan pertemuan secara singkat dengan orang tua calon penganten, dan menanyakan persiapan bentalan yang dijanjikan, hari apa bisa diantar.

Dari hasil pertemuan akan didapat jawaban kepastian kapan bentalan akan dikirim, maka sebelum bentalan diantar kerumah calon bunting, akan didirikan Lembongan.

Lembongan ini didirikan gunanya untuk perluasan tempat masak memasak, sebab kapasitas dapur tidak memungkinkan, karena terlalu sempit untuk menampung orang banyak, dari mulai mendirikan lembongan hingga pesta selesai diadakan pembagian tugas yaitu :

- Mendirikan Lembongan dikerjakan orang tua laki laki, sedangkan ibu ibu mengambil daun daunan dan mengumpulkan sayur sayuran, misalnya ngambik nangko, gedang, teghung dan lain lain.

- Orang tua calon bunting/penganten, mengundang sanak keluarga (bajeghum), agar meramaikan pesta pernikahan anaknya.

- Sedangkan muda mudi, yang gadis membuat kue kue dan yang bujang membuat dekorasi (aesan), bujang dan gadis yang bekerja disini disebut gertang (matangaguk).

Beberapa hari kemudian barulah bentalan datang dari calon penganten, pada hari ngantat bentalan, penganten tersebut datang kerumah bunting bersama bentalan an ditempatkan dirumah khusus buat calon penganten yang disebut rumah mendan.

Dirumah ini penganten hanya ditemani oleh inang yang dipilihnya sendiri, untuk melayani keperluannya dalam menghadapi hari pesta pernikahannya, sampai selesai.

Setibanya bentalan dirumah calon bunting (rumah pangkal), kesibukanpun semakin bertambah, para warga sekitar berdatangan dan membawa beras, ayam dan lain lain sebagai sumbangan (petolong), disamping itu mereka membantu segala macam pekerjaan yang ada.

Tiga hari lagi menjelang hari pesta pernikahan, tuan rumah mengumpulkan sanak keluarga dan warga sekitarnya untuk menyerahkan tugas secara resmi yang disebut “Nyerahkan Aguk” (kalau sekarang sama dengan membentuk panitia).

Orang yang diberi tugas ini harus bertanggung jawab penuh atas tugas yang diberikan kepadanya, baik itu soal masak memasak ataupun urusan lampu dan sebagainya, biasanya para pengemban tugas ini mulai melakukan kegiatannya pada hari malemang (satu hari sebelum hari pernikahan), hingga esok harinya (hari nyemelek atau nyemok=nyelemok).

-Bersambung-

Jumat, 24 Agustus 2007

Adat Perkawinan Daerah Lintang IV Lawang (lanjutan 1)

Mungkin tibalah saatnya hari yang dijanjikan untuk memadu rasan, pihak keluarga sang bujang datang kerumah sigadis dan disertai oleh seorang diplomatis (pemegang rasan).

Pun juga sebaliknya pihak gadis juga menyiapkan seorang pemegang rasan, dalam hal ini tentunya orang tersebut pandai bicara, dan mengenai pada sasaran yang diinginkan oleh pemberi amanah.

Dirumah si gadis sebagai ajang pertemuan untuk memadu rasan, para sanak keluarga telah berkumpul untuk mendengarkan dan memberi dorongan agar rasan tersebut berjalan baik dan lancar.

Dua orang utusan pemegang rasan mulai melakukan pembicaraan dengan taktis dan penuh lika liku, yang akhirnya menemukan kata sepakat yaitu ; menetapkan tanggal pernikahannya, permintaan mas kawin dan bantuan materi ( bentalan yang mencakup hewan potong, beras, uang dsb ).

Kesemuanya itu diperuntukan sebagai biaya pelaksanaan resepsi pernikahan, kecuali Maskawin yang berupa Emas adalah merupakan hak penuh untuk sigadis, suasana pertemuan tidak menjadi tegang lagi dengan adanya kata sepakat telah didapat, janjipun telah diikat dan sampai pada giliran kapan bujang akan diantat……

Kini sibujang telah menjadi calon penganten dan sigadis menjadi calon bunting, masing masing diantar kerumah calon mertua untuk mengisi masa pertunangan selama jangka waktu yang telah ditentukan.

Dalam proses calon bunting diantar kerumah calon penganten, dan calon penganten diantar kerumah calon bunting di sebut; “Baantatan”, biasanya diawali calon bunting dahulu datang kerumah calon penganten, barulah secara bersamaan calon penganten dan calon bunting datang kerumah calon bunting.

Bagi orang tua dalam menyambut calon menantu, biasanya kalau zaman dahulu diperahkan ayek sighehg (air sirih) dan kembang kembangan dan sertai dengan doa doa.

Pelaksanaan ‘Baantatan’ ini disertai dengan pesta kecil yang disebut “Nyerawo”, dilakukan pada hari penganten mau turun dari rumah, sebagai ungkapan rasa kegembiraan, maka muda mudi mengadakan acara Bajidur, tari-tarian( dibawah tahun 60 an) dan ramah tamah (kalau sekarang)

– Bersambung-

Rabu, 22 Agustus 2007

Adat Perkawinan Daerah Lintang IV Lawang

Lintang IV Lawang yang letaknya diujung barat Kabupaten Lahat, memiliki corak dan kebiasaan tersendiri dalam hal proses perkawinan atau hal memilih calon pasangan hidup.

Konon pada masa lalu sangat tertib dan sangat berpegang teguh pada aturan dan kebiasaan dalam bermasyarakat, bila ada yang melanggar aturan yang tidak tertulis itu bisa saja berakibat fatal sebab dapat mengundang perkelahian bahkan mungkin sampai ke pembunuhan, mengerikan memang kedengarannya, tapi itulah ciri khas daerah Lintang IV Lawang.

Masyarakat Lintang IV Lawang umumnya memiliki sipat yang halus dan sangat perasa, walaupun kasar tindakannya. Jarang sekali orang Lintang IV Lawang kalau ingin menyampaikan keinginannya dengan cara tembak langsung, paling tidak basa basi dulu.

Disamping cukup memiliki toleransi dan suka membantu, sikap ini tercermin, bila mereka mengolah tanah pertanian misalnya, Ngersayo Nebang, Ngersayo Nugal, Ngersayo Ngetam dan lain lain.

Dengan sikap yang demikian ini sebetulnya dapat memupuk rasa persaudaraan yang erat, saling mengenal satu sama lainnya. Nah disaat Ngersayo-ngersayo ini juga memberikan kesempatan muda mudi berkomunikasi, bahkan dapat menciptakan hubungan percintaan dan berakhir pada perkawinan.

Muda mudi daerah Lintang IV Lawang bila sedang dilanda cinta, mereka melakukan hubungan secara sembunyi sembunyi karena takut diketahui pihak keluarga sigadis, khususnya ayah atau saudara laki laki sigadis tersebut.

Kalau saja pihak keluarga sigadis tahu atau sengaja bersenda gurau dihadapan mereka, maka itu dianggap tidak menghargai (Ngampuk), hal inilah yang sering “Kena Puntung”

Bila sibujang ingin bertemu (ngecek) dengan seorang gadis, maka dia harus menyuruh seseorang utusan untuk menemui gadis tersebut, dan mengundang untuk bertemu disalah sebuah rumah tetangga atau family, kalau gadis merasa setuju, lalu siutusan itu kembali menyampaikan berita itu kepada sibujang tadi.

Didalam menyampaikan keinginan untuk berumah tangga, baik bujang maupun gadis boleh langsung menyampaikan kepada orang tua mereka secara langsung atau melalui pihak ketiga ( kakek, nenek, uwak atau kakak ) bila merasa singku (malu).

–Bersambung-

Note.

Sehubungan sangat panjangnya artikel tentang perkawinan ini, maka akan kami tampilkan secara bersambung, terima kasih.

Senin, 20 Agustus 2007

Seni Budaya Daerah Lintang IV Lawang (Bag.Akhir)

Sebenarnya masih sangat banyak Seni Budaya daerah Lintang IV Lawang, namun karena keterbatasan informasi yang kami dapatkan, hanya beberapa seni yang dapat kami tampilkan, nah pada akhir topic bahasan seni budaya ini, kami coba menampilkan seni tari daerah Lintang IV Lawang. Yang kondisinya sama dengan Seni-seni yang lain, makin ditinggalkan oleh generasi generasi sekarang, banyak orang Empat Lawang yang tidak tahu bahwa sesungguhnya Lintang IV Lawang itu memiliki juga seni tari, diantaranya ;

Tari Gegerit :

Pelakunya,

Dimainkan / ditarikan oleh 7 orang Putri

Pelaksanaan,

Tarian ini dilakukan sewaktu penyambutan tamu dalam upacara adat maupun

Upacara penganten, yang dilakukan dipintu gerbang.

Tari Sanggan Sirih :

Pelakunya,

Tari ini dimainkan oleh beberapa orang, disesuaikan dengan ruangan yang ada.

Pelaksanaan,

Tarian ini dilaksanakan dalam acara hiburan, setelah acara resmi dibuka, maka

tamu ikut menari, dan para penari khusus yang membawa selendang, untuk di

kalungkan kepada tamu yang disenanginya untuk diajak sebagai pasangannya

menari.

Tari Piring :

Pelakunya,

Tari ini dimainkan oleh 2 orang penari

Pelaksanaan,

Tarian ini dailakukan sebagai bentuk keterampilan, yang pelaksanaannya pada

acara adat atau upacara penganten

Redap Kelentang :

Pelakunya,

Pemainnya sebanyak 5 orang yaitu, 1 orang pemain redap, 1 orang pemain

kelentang, 1 orang pemain gong dan 2 orang pesilat.

Pelaksanaan,

Seni ini dilakukan dalam upacara penganten, sebagai tanda adanya pesta

Pernikahan atau pesta peresmian pertunangan (nunggu tunang).


Demikian sekilas Seni Budaya daerah Lintang IV Lawang, yang sebagaian telah musnah, kami (penulis) sangat berharap kepada Pemda Kabupaten Empa Lawang, memberikan perhatian kepada kesenian yang pernah ada di daerah Empat Lawang, ditumbuh kembangkan lagi, sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata, bahkan lebih dari itu, agar para generasi penerus anak bangsa mengenali seni budaya daerah mereka…….semoga

Tulisan ini jauh dari sempurna, dengan penuh kerendahan diri saya menghaturkan mohon maaf pabila ada kesalahan dalam menulis maupun menceritakan, dan tentunya saya sangat berharap sumbang saran dari warga Empat Lawang, untuk melengkapi tulisan ini.

Rabu, 15 Agustus 2007

Seni Budaya Daerah Lintang IV Lawang (Bag. 4)

Sebelumnya kita telah membahas beberapa seni budaya daerah Lintang IV Lawang, yang kami bagi atas beberapa bagian, diantaranya, “Guritan, Andai-andai, Berejung dan Bajidur”.

Untuk kali ini kami cobo menampilkan kembali beberapa seni budaya yang telah hampir musnah di daerah Lintang IV Lawang, yang tentunya kami berharap dengan kita kaji kembali seni budaya daerah kita ini, dapat menumbuhkan semangat serta keinginan para generasi muda saat ini, untuk menumbuh kembangkan serta melestarikan kembali seni budaya kita yang hampir musnah ini.


Bedanah Gambus

Bedanah Gambus, merupakan kesenian yang dilakukan oleh para bujang dan gadis secara berpasang pasangan pada malam pesta perayaan pernikahan penganten.

Group kesenian Bedanah Gambus ini terdiri dari 1 orang pemetik gambus, 1 orang menabuh jidur dan 1 orang menabuh Gong, dilengkapi dengan sepasang muda mudi melakukan danah (bedanah), dengan lenggang lenggok dan gerak gerik yang gemulai sesuai dengan irama yang dibawakan oleh pemetik Gambus, dengan syair syair yang didendangkan mirip sekali dengan kesenian Arab.


Kosidah


Kosidah, kesenian yang berasal dari Arab, tetapi kesenian ini sudah ada sejak dahulu di Lintang IV Lawang.

Kesenian kosidah ini biasanya dipertandingkan pada malam pesta penganten oleh sekelompok bujang bujang yang diundang dari luar dusun, beberapa group mengadu suara emasnya bergantian. Didahului dengan irama marejul dan diteruskan dengan kosidah, mulai dari lagu rokor, hijas, sika dan seterusnya.

Jika salah satu group itu tidak dapat lagi mengikuti irama kosidah yang dikembangkan dari 24 tangga nada menjadi ratusan tangga nada, dengan nada nada yang semakin malam semakin susah untuk diikuti sesuai urutan nama dan jenis kosidah, berarti salah satu group itu secara sportif mengakui kekalahannya, Kosidah ini biasanya dimulai pukul 10 malam, bisa bisa acaranya akan berakhir sampai menjelang Subuh.

Senin, 13 Agustus 2007

Mengangkat Kembali Akar Budaya IV Lawang

Mengangkat Kembali Akar Budaya Empat Lawang

(KORAN_ONLINE) : Berawal dari rasa risau melihat keadaan seni dan budaya daerah Lintang Empat Lawang yang mulai digerus zaman, dilalap postmodernisme, serta ditinggalkan generasi muda, tiga Putera Lintang: Abdul Madjid Abdullah (Lampung), Ismail Majid (Jakarta), dan Bestari Suud (Pendopo Lintang), membentuk Tim penyelamat kebudayaan Lintang Empat Lawang.

Meskipun ketiganya berdomisili di tempat yang berjauhan, namun kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi tetap bisa menyatukan mereka. Mereka berkomunikasi via internet dan sms, lalu terbentuklah tim itu.

Tim yang mereka beri nama Tim Penggali Seni, Budaya, dan Tradisi Kabupaten Empat Lawang itu, bertujuan mengangkat kembali akar budaya setempat agar menjadi tuan rumah di daerah sendiri.

Mereka akan bekerja secara marathon selama 12 bulan untuk mendata ragam kesenian dan tradisi lokal. Mendata orang-orang yang masih menguasai beragam kesenian dan tradisi tersebut. Misalnya, pemain gitar tunggal, orang yang menguasai geguritan, pantun bersahut, tari-tarian, seni beladiri tradisional alias kuntau.

Setelah semua terdata, Tim itu akan mengumpulkan para seniman dan pendekar mereka sesuai keahlian masing-masing, lalu menghimpun mereka untuk membentuk suatu wadah di tiap kecamatan. Misalnya pusat-pusat latihan kuntau, pusat latihan tari-tarian, dan pusat latihan gitar tunggal.

Setelah semuanya terbentuk, Tim akan membubarkan diri. Namun, sebelumnya mereka akan mendirikan satu yayasan yang mewadahi, mengurus dan memfasilitasi pusat-pusat latihan tersebut. Yayasan ini pula yang akan mencari dana untuk membiayai operasional pusat-pusat latihan seni dan beladiri tersebut.

"Tim Penggali Seni, Buda, dan Tradisi Kab. Empat Lawang ini boleh dikata sebagai bidan untuk kelahiran sanggar-sanggar seni dan perguruan beladiri tradisional Empat Lawang," kata Ketua Tim Abdul Madjid Abdullah.

Tim ini sengaja dibentuk dengan struktur yang ramping agar lincah bergerak dan mengambil keputusan. "Tidak perlu banyak orang yang terlibat. Walaupun sedikit orang tapi banyak menghasilkan karsa, karya, dan kerja," ungkap pengelola blog berita KORAN_ONLINE itu.

Bulan Oktober

Tim yang diketuai Abdul Madjid Abdullah, seorang wartawan yang berdomisili di Lampung ini, direncanakan akan memulai kegiatannya bulan Oktober 2007 mendatang. "Berjalan tidaknya Tim ini tergantung dana, yang diharapkan datang dari bantuan para donator dan Pemkab. Empat Lawang," kata Abdul Madjid.

Ismail Majid, yang duduk sebagai sekretaris dalam Tim itu, merupakan salah seorang generasi muda Lintang Empat Lawang, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelestarian budaya setempat.

Ia memiliki pengetahuan tentang beragam seni dan budaya Lintang yang sudah lama ditinggalkan. Misalnya, ia bisa menuturkan secara detil tentang geguritan, bajidur, tradisi perkawinan adapt Lintang dll.

Sedangkan Bestari Suud, yang duduk sebagai Bendahara Tim Penggali Seni, Budaya, dan Tradisi Lintang Empat Lawang, juga memiliki kepedulian yang sama tentang kelestarian budaya Lintang Empat Lawang. Sebagai orang yang menetap di "Dusun", ia sangat merasakan kegelisahan budaya tersebut. Ia menjadi saksi hidup melunturnya budaya lokal Lintang Empat Lawang lantaran merasuknya budaya Barat yang tidak mendidik.

"Anak-anak muda di Dusun lebih suka minum-minuman keras ketimbang bekerja. Mereka menggemari musik Barat yang bahasanya tidak dimengerti ketimbang mengembangkan memainkan Gitar Tunggal dan Berejung," kata Bestari Suud.

Mengharap Dukungan

Dukungan dari semua pihak sangat diharapkan untuk kelancaran kerja Tim ini. Dukungan yang diharapkan adalah support, masukan-masukan ide, dan yang paling penting adalah dana.

"Tanpa dukungan dana, terus terang Tim ini tidak akan bisa berjalan. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat Lintang Empat Lawang di perantauan dan Pemkab. Empat Lawang bersedia membantu dana," kata Abdul Madjid, yang dibenarkan oleh Ismail Majid.

( di tulis oleh , Abdul Madjid - Koran-line )

Siap Letakan Pondasi Pembangunan IV Lawang

Setelah melalui proses yang panjang dan sempat mengalami penundaan, akhirnya Kabupaten IV Lawang berhasil terbentuk dan telah diresmikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri RI ad Interim, Widodo AS, sekaligus dilantiknya Drs. H. Abdul Shobur SH.MM sebagai pejabat Bupati Empat Lawang.

Sebagai Kabupaten baru, maka dibutuhkan seorang pejabat Bupati yang betul betul teruji, guna meletakan pondasi yang kokoh, Pondasi yang di awali sekarang sangat menentukan kemajuan Empat Lawang kedepan, yang saat ini masih sangat membutuhkan sentuhan pembangunan terutama Infrastruktur.

Tugas yang berat itu dipercayakan Gubernur Sumatera Selatan Ir. Syahrial Oesman kepada Abdul Shobur, putra asli Empat Lawang, tugas ini memang cukup berat namun sebagai putra daerah, Abdul Shobur merasa sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk mengawali pondasi pembagunan pertama.

“Saya akan berusaha sebaik mungkin, sehingga Empat Lawang bisa bersaing dalam berbagai bidang dengan Kabupaten seniornya. Untuk mewujudkannya saya membutuhkan banyak bantuan dan dukungan dari masyarakat,”demikian diungkapkan putra pasangan H. Muhammad bin H.Kories dengan Hj. Zuhairiah.

Adapun langkah yang akan diambil pria kelahiran Pendopo lintang, 15 mei 1954 ini adalah dengan menjalankan semua yang tertuang dalam UU No. 1 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Empat Lawang.

Sebagai pejabat atau karakter Bupati Empat Lawang, Shobur akan akan mengendalikan roda pemerintahan Kabupaten ini selama 1 tahun dan mempersiapkan Pilkada untuk memilih Bupati defenitif.

Agar semua yang tertuang dalam UU tersebut mempunyai hasil yang baik, saya akan menempatkan orang orang yang sesuai dengan kemampuannya, kata Alumni STIA LAN RI (1981), Fakultas Hukum (1988) dan Magister Management (1999) ini.

Jumat, 10 Agustus 2007

SEKELUMIT PERJALANAN SHOBUR (PEJABAT BUPATI IV LAWANG)

Bersatu menuju kebaikan, itulah motto yang tertanam kokoh pada sosok pria kelahiran Pendopo Lintang pada 15 Mei 1954 lalu dan diberi nama Abdul Shobur.

Dengan motto itu pula, putra pasangan H. Muhammad bin H. Kories dengan Hj. Zuhairiah, berhasil menorehkan berbagai prestasi dan jabatan, baik dalam organisasi maupun pemerintahan.

Semua yang diraih sekarang ini, adalah buah dari kerja keras dan budaya disiplin yang selalu diterapkan orang tua nya sejak kecil. Karena disiplin dan keuletannya dalam belajar, akhirnya Shobur yang menyelesaikan SMP tahun 1969 mendapat beasiswa dari SPMA Negeri Palembang.

Karena saat itu masih terlalu kecil untuk merantau, Shobur sempat ragu ragu menerima tawaran tersebut. Namun berkat dukungan penuh dari orang tuanya, akhirnya Shobur kecil sudah merantau ke Palembang.

Meskipun kota ini masih asing bagi Shobur, tapi dengan keuletan dan kemampuan yang dimiliki Jemo Dusun ini berhasil menamatkan SPMA Negeri, dan awal Pebruari 1973 Shobur diangkat menjadi PNS, yang kemudian ditempatkan di Kecamatan Ulumusi sampai tahun 1974, dan akhirnya pindah ke Pemerintahan Kota Palembang.

Di Pemkot Palembang, karir Shobur dimulai dari Kasubag Pengelolaan Perkotaan, kemudian menjadi Kepala Bidang Sosial Bapeda Pemkot Palembang, setelah itu karirnya langsung melonjak dratis dari Sekretaris Bapeda Pemkot Palembang, Sekretaris DPRD Sum Sel dan Kepala Catatan Sipil Palembang.

Pada tahun 1998 seiring dengan kenaikan menjadi esselon II, Abdul Shobur yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sum-Sel, dipercaya menjadi Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten OKU, Pit Walikota Administratif Baturaja tahun 2000.

Seiring dengan terpilihnya Bupati OKU defenitif, Shobur kembali dipercaya menjadi Kepala Dinas Penerangan Sum-Sel, Kepala Biro Hukum dan Ortala Setda Pemprov Sum-Sel hingga tahun 2001.

Tidak hanya itu tahun 2001 hingga sekarang telah banyak posisi dan jabatan yang sudah diemban Putra Lintang IV Lawang ini, dengan jabatan esselon II, diantaranya Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sum-Sel, Sekretaris DPRD Sum-Sel bidang Ketataprajaan dan Kesra.

Sekarang Drs. H. Abdul Shobur SH.MM menjabat sebagai Kepala Disperindag Sum-Sel, sekaligus Pejabat Kabupaten Kabupaten Empat Lawang ( M.Iqbal - Info IV Lawang)

Selasa, 07 Agustus 2007

Asal Mula Nama Empat Lawang

Arti kata Lawang yang sesungguhnya adalah Lawangan atau Pamitan, yaitu orang yang terkemuka atau Sesepuh dan dapat pula diartikan Pahlawan.

Pada zaman nenek moyang kita dulu, terdapat Empat Pahlawan yang merangkap jadi Iman dan juga menjadi pimpinan didaerah Empat Lawang dengan kawasan wilayah :

I. Marga Tedajen, sekarang disebut Marga Lubuk Puding dengan zuriatnya sekarang ini adalah Pangeran Halek, Demang Achmad (dari Komering) istrinya adik Pangeran (Mariatul) anaknya Bapak Hasan Belando, Bapak Drs. Halek dll.

II. Marga Kejaten Mandi Musi Ulu, sekarang disebut Marga Tanjung Raya dengan zuriatnya : Pangeran H. Abubakar anaknya Pasirah A. Zaini (alm) dll

III. Marga Muara Pinang, dengan zuriatnya Pasirah Sani.

IV. Marga Muara Danau, dengan zuriatnya Pangeran Majid anaknya Pasirah A.K. Matjik dan Demang Umar.

Disamping keempat Marga tersenut diatas, ada marga tersendiri dulu disebut Miji, kalau sekarang disebut dengan Istimewa yaitu Marga Singkap Dalam Musi Ulu, sekarang disebut Marga Karangdapo, daerahnya meliputi Talang Padang, yang dipimpin oleh Puyang Kagede yang nama aslinya Nung Kodo Lindung.

Daerah Marga Tedajen / Marga Lubuk Puding dari wates sampai Karangdapo, daerah Marga Kejatan Mandi Musi Ulu / Marga Tanjung Raya adalah dari dusun Kungkilan terus kearah Pagaralam sampai ke Marga Gunung Meraksa, yang kearah Tebing Tinggi sepanjang Sungai Musi sampai ke Saling.

Dari dusun Muara Pinang sampai dusun Sawah disebut Lintang Kiri dikenal sebagai Marga Semidang,

Puyangnya ialah Serunting Sakti, Sedangkan daerah Muara Danau disebut Lintang Kanan.

Sesudah zaman Belanda daerah ini menjadi 13 (tiga belas) marga yaitu : Marga saling, Marga Kupang, Marga Batu Pance, Marga Talang Padang, Marga Tanjung Raya, Marga Karangdapo, Marga Lubuk Puding, Marga Gunung Meraksa, Marga Tanjung Raman, Marga Babatan, Marga Muara Danau, Marga Muara Pinang dan Marga Seleman.

Pada zaman Sunan Palembang berperang dengan Tentara Tuban di Jawa, pada waktu itu Sunan mengirim utusan ke Empat Lawang memohon bantuan untuk berperang dengan kerajaan Tuban, maka Empat Pahlawan ditambah Puyang Kagede bersedia membantu Sunan, dengan membawa empat puluh pasukan lalu mereka berkumpul disebuah batu besar,. untuk berunding/berencana/bemance

Batu Besar tempat mereka berunding akhirnya menjadi sebuah daerah dan menjadi Marga Singkap Pelabuhan dan terakhir berubah menjadi Marga Batu Pance, dari hasil perundingan mereka diatas batu besar tadi, mereka langsung berangkat ke Tuban beserta pasukan masing masing dan langsung berperang denga Kerajaan Tuban.

Kerajaan Tuban Kalah, tetapi Puyang/Pahlawan dari Muara Pinang mati terbunuh, mengakui kekalahannya Kerajaan Tuban menyerahkan : Gong pusaka gading, Kelinteng Aur Lanting dan anak raja, satu perempuan dan satu lelaki, sebagai ganti puyang yang terbunuh waktu berperang.

Anak Raja yang laki tadi didudukan di Muara Pinang, sedangkan yang perempuan kawin dengan salah satu anggota pasukan, dan terus dilinggihkan (dudukan) yang mana sekarang menjadi Dusun Lingge.

Sedangkan Kelintang Aur Lanting sampai sekarang ini masih ada di Marga Karangdapo, dan Gong Pusaka gading sampai sekarang ini tidak tahu dimana keberadaannya.

Setelah menang berperang, para Pahlawan ini kembali ke Palembang melaporkan kepada Sunan, bahwa mereka sudah menaklukan Kerajaan Tuban

Semua pahlawan ini oleh Sunan Palembang ditempatkan khusus dirumah Rakit diatas sungai Musi, kepulangan para pahlawan ini menimbulkan banyak yang iri atas keberhasilan mereka menaklukan Kerajaan Tuban, akhirnya mereka memfitnah para pahlawan ini dengan mengatakan, bahwa para Pahlawan ini akan menaklukan Sunan Palembang, “Kerajaan Tuban saja bisa ditaklukan, apalagi Sunan Palembang”.

Akhirnya Sunan Palembang termakan fitnah ini, yang akhirnya Sunan Palembang berencana untuk memusnahkan para Pahlawan ini, dengan dalih menyambut para Pahlawan ini Sunan Palembang mengadakan jamuan makan malam di Istana Sunan dengan mengundang para Pahlawan ini.

Tetapi pada waktu itu Puyang Kagede telah mencium niat tidak baik sunan ini, bahwa makanan ini hanya jebakan saja, maka pada malam itu Puyang Kagede tidak hadir dengan alas an sakit, apa yang telah diduga oleh Puyang Kagede ternyata benar, sebab semua yang hadir dapat ditawan oleh Sunan dalam keadaan Mabuk.

Melihat hal ini Puyang Kagede tidak tinggal diam, maka mengamuklah Puyang Kagede dengan menyerang Istana Sunan, yang akhirnya dapat membebaskan puyang puyang yang lain, dengan Kesaktian yang dimiliki Puyang Kagede dan Puyang yang lain akhirnya terjadi peperangan besar, Sunan Palembang mengalami kekalahan dan juga terbunuhnya anak Sunan Palembang.

Akhirnya Sunan Palembang mengadakan damai dengan para Empat Lawang ini, dimana diambil kebijakan bahwa nyawa harus ganti nyawa, karena putra mahkota Sunan Palembang meninggal, sebagai gantinya Puyang Kagede harus tinggal di Istana Sunan dan diangkat anak oleh Sunan.

Semua sisa pasuka kembali ke Empat Lawang, kecuali Puyang Kagede yang harus tinggal di Palembang.

Berselang beberapa tahun kemudian terjadi keributan diantara puyang puyang lain di Empat Lawang, ini mungkin istilah Lintang berebut KUNDU, berebut siapa yang tua yang patut jadi pemimpin.

Akhirnya beberapa puyang mengambil inisiatif untuk mengadakan semedi , siapa yang patut jadi pemimpin diantara mereka, beberapa hari kemudian didapatlah petunjuk, bahwa “ kenapa puyang yang bertuah (punya kelebihan) ditinggal di Palembang”.

Maka dikirimlah utusan ke Sunan Palembang untuk menemui Puyang Kagede, maka diadakanlah perundingan dengan Sunan Palembang, Puyang Kagede dan para Puyang yang lainnya yang akhirnya disepakati Puyang kagede diangkat Sunan sebagai perwakilannya didaerah uluan Palembang yang berkedudukan di Tebing Tinggi, dengan istilah Pepatih/Perwakilan sunan.

Pada zaman Belanda daerah Tebing Tinggi dipegang oleh Assisten Residen, setelah berkembang dan berjalan cukup lama, kedudukan Assisten ini akhirnya dipindahkan ke Lahat, mungkin ada pertimbangan pertimbangan lainnya oleh Pemerintah Belanda dahulu, sedangkan pertimbangan Sunan dulu adalah selain Puyang Kagede mewakili Sunan diseluruh daerah Uluan juga pertimbangan dapat berkumpul kembali ke daerah puyang puyang di Empat Lawang.

Demikian cerita singkat asal usul Empat Lawang, cerita ini masih banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan kepada semua yang berasal dari daerah Empat Lawang dapat melengkapinya.

Agar kelak anak cucu kita dapat mengetahui riwayat dan sejarah kampung halamannya, dan tentunya sangat berguna bagi Pemda Kabupaten Empat Lawang untuk mempromosikan daerah kita di dunia Pariwisata……semoga.

Senin, 06 Agustus 2007

Seni Budaya Daerah Lintang IV Lawang (Bag.ke 3)

BAJIDUR (NABUH JIDUR)

Balek agi ke Seni Budayo daerah Lintang, kemaghi kito lah ngupas tentang “Guritan, Andai-andai ngan Barejung”, nah untuk bagian kali ini kami cobo nak nampilkan Bajidur, sebelum o aku minta maaf kudai, untuk nyo sikok ini aku tampilkan dalam baso Indonesia, bukan o aku nendak nuliskenyo dalam baso dusun, hal ini ku ambik mangko jemo jak daerah lain terti ngan maksud o, senedo nyo jemo lain keruan pedio so isi o ini, nah mangkonyo diawal ini aku jelaskan kudai…….

BAJIDUR, atau Nabuh Jidur ini dilakukan oleh suatu group Kesenian Jidur terdiri dari 6 orang bujang bujang ( kalau di betawi sedikit mirip dengan Tanjidor).

Pada umumnya Kesenian ini disaksikan para bujang bujang dan orang tua, dengan duduk melingkar di ruang tengah didalam rumah, juga disaksikan para gadis gadis dengan cara mengintip dari ruang belakang, sambil menyiapkan makanan-makanan kecil untuk orang yang bejidur tersebut.

Dari ke 6 orang tadi mendapat tugas masing masing sebagai berikut :

1 Orang Nabuh jidur

2 Orang Nabuh Ktipung

1 Orang nabuh gong

2 Orang bedanah

Kesenian ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum perayaan pesta perkawinan penganten berlangsung. Dilakukan pada malam hari sebagai pertanda bahwa seorang warga akan mempunyai hajat merayakan pesta perkawinan anaknya, dimana harinya sudah ditentukan dengan mengumpulkan family, sahabat dan kenalan dekat untuk mempersiapkan egala sesuatu yang diperlukan untuk hari pesta nanti.

Misalnya, dekorasi (aesan) yang di kerjakan oleh bujang dan gadis secara bergotong royong yang menjadi semboyan “ado gawean mintak digawekan ado makan mintak dimakani, sekaligus nyerahkan ka’aguan”.

Disinilah kesempatan bujang dan gadis menjalin hubungan, dengan harapan kapan kita menyusul seperti teman yang akan menikah ini.

Pelaksanaan Bajidur ini yaitu, si penabuh Jidur mendendangkan lagu – lagu, beriramakan lagu lagu Qosidah dengan mengunakan syair jenaka, sindiran-sindiran pantun seperti kata berejung.

Setelah beberapa bait syair di iramakan maka diikuti oleh 2 orang penabuh ketipung dan 1 orang pemukul gong dan dilengkapi dengan 2 orang bedanah yang lenggang lenggoknya sesuai dengan irama yang didendangkan.

Kalau anda melihat dan mendengarkannya, tentu akan tersiruk (tercengang), aduhai sudah tua ingin menjadi muda lagi.

Nah itulah sekilas seni budaya Bajidur di daerah Lintang Empat Lawang, seni budaya ini sejak tahun 80 an sudah sangat jarang terlihat, memasuki tahun 90 an bahkan sudah menghilang sama sekali.

Masyarakat di daerah Empat Lawang sekarang lebih menyukai Orkes dang-dut atau Organ Tunggal, harapan kami semoga budaya ini dapat diangkat lagi sebagai budaya khas masyarakat daerah Lintang Empat Lawang, dan ini merupakan asset bagi Pemda Kabupaten Empat lawang.

Semoga mendapat perhatian serius dari Pemda terutama dari Dinas seni dan pariwisata, agar kesenian tak lenyap dan musnah, yang tentunya dibutuhkan keturut sertaan masyarakat Empat Lawang dalam melestarikannya……semoga..

Jumat, 03 Agustus 2007

Berharap Lebih Maju

Drs. H Harunata MM merupakan Bupati kedua di Sumatera Selatan, yang memekarkan daerah kekuasaannya menjadi 3 (tiga) daerah dengan Pemerintahan sendiri, setelah Bupati OKU Ir. Syahrial Oesman ( Gubernur Sum-Sel saat ini ).
Wilayah Kabupaten Lahat yang dulunya sangat luas dan memiliki jumlah Desa terbanyak kini menjadi tiga daerah yakni Kabupaten Lahat, Kota Pagaralam dan Kabupaten Empat Lawang.
Keinginan menjadikan daerah lebih maju, percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi alasan kuat pamong satu di jajaran Pemkab Lahat ini, "merelakan" wilayahnya di bagi - bagi.
Dengan Kabupaten baru, pelayanan pada masyarakat lebih dekat serta pembangunan lebih merata, mudah mudahan EMPAT LAWANG kedepannya dapat mensejajarkan dan maju seperti daerah lainnya, demikian dikatakan Harunata, disela kesibukannya di kantor Bupati Kabupaten Lahat.

Rabu, 01 Agustus 2007

Puskesmas Ulumusi memperihatinkan


Drs. Sofyan Azis, Camat kecamatan ulumusi sangat perihatin melihat kondisi Puskesmas, yang ada di wilayah kerjanya, dimana sudah 3 (tiga) tahun ini puskesmas tersebut tidak memiliki Dokter, belum lagi peralatan kesehatan yang dimiliki masih sangat kurang.
Bahkan saat inipun mobil Ambulance tidak dimiliki oleh Puskesmas di Kecamatan ini, kekhawatiran yang selalu menghantui Drs. Sofyan Azis terhadap masyarakatnya, seperti datangnya musim penyakit dan wabah, dimana mereka membutuhkan seorang dokter, untuk menangani ini, keluhan masyarakat banyak yang memerlukan visum dan surat keterangan dokter.
Masyarakat di Kecamatan Ulumusi sangat berharap kepada Pemerintah Pusat untuk memperhatikan puskesmas di wilayah mereka.
Dengan kondisi seperti ini, banyak masyarakat di Kecamatan Ulumusi berobat ke Kepahyang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Rejang - Bengkulu.
Sedangkan untuk berobat ke Ibukota Kabupaten di Tebing Tinggi jaraknya cukup jauh, jadi masyarakat Kecamatan Ulumusi lebih banyak melakukan pengobatan di wilayah propinsi Bengkulu.
Semoga hal ini jadi perhatian dari aparat yang terkait, seperti apa yang dikatakan Camat Ulumusi, kalau sampai terjadi wabah penyakit......kemana masyarakatnya harus berobat......

Poto Anggota Komunitas L4L