Selamat Datang

Tanggal 20 April 2007, daerah Lintang IV Lawang diresmikan sebagai Kabupaten yang ke 15 di Propinsi Sumatera Selatan, KABUPATEN EMPAT LAWANG sebutannya,yang meliputi 7 Kecamatan: Pendopo Lintang, Muara Pinang, Lintang Kanan, Ulumusi, Pasemah Air Keruh, Talang Padang dan Tebing Tinggi, melalui Media ini kami akan menampilkan Kabar dan perkembangan Kabupaten baru ini, baik dari sisi “Pembangunan, Seni Budaya, Pariwisata, Kebudayaan dan Sosial Politik” Media ini sebagai jembatan Silaturahmi Masyarakat Lintang IV Lawang yang ada di seluruh penjuru dunia, sebagai wujud kebersamaan membangun Kampung Halaman tercinta, kepada para pengunjung Blog ini kami persilakan anda mengutip/menyunting isi blog ini dan mohon dapat anda sebutkan sumbernya, yang tentunya kami berharap Suku Lintang IV Lawang dapat dikenal oleh masyarakat diseluruh dunia, untuk Masyarakat Empat Lawang yang Singgah disini saya undang anda untuk bergabung di KOMUNITAS/MILLIS Empat Lawang, silakan Klik alamat ini : http://groups.google.co.id/group/lintang-iv-lawang?hl=id Kritik dan saran kirim ke is.majid@gmail.com

AddThis

Bookmark and Share

Jumat, 15 Agustus 2008

Sastra Tutur di Sumsel Hampir Punah

Ketua Lembaga Budaya Komunitas Batang Hari Sembilan, Vebri Al Lintani mengatakan saat ini sastra tutur di Sumatera Selatan (Sumsel) hampir punah. Hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat untuk mempertahankan tradisi sastra tutur.

Sumatera Selatan merupakan daerah yang kaya dengan beragam suku yang memiliki bahasa dan ragam seni budaya yang berbeda. Dibeberapa suku seperti Ogan terdapat Jelihieman, Sembah Panjang dan Enjang Panjang.

Di Pedamaran: Bujang Jemaran dan Nyanyi Panjang. Di Suku Besemah dan Semende terdapat Guritan, Tadut, Ringit, Rejung, Ratap, dan lain-lain.

Di Empat Lawang ada Guritan, Rejung, Andai-andai, Sekayu dengan Senjang. "Dan suku-suku lain juga ada seperti rawas Komering, Ranau, Kelingi, Rupit, Rawas. amat diyakini mereka memiliki memiliki sastra tutur," kata Vebri, Sabtu (23/6/2007).

Sastra tutur kata Vebri, bukan saja sebagai hiburan atau tontonan, tetapi juga sebagai tuntunan bagi masyarakat. Ada sastra tutur yang digelar pada saat setelah kejadian musibah kematian, misalnya guritan di suku Besemah.

Hal ini dimaksudkan untuk menghibur dan sekaligus memberikan nasehat kepada yang ditinggalkan agar sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Selain itu, ada juga yang digelar pada saat pesta perkawinan, pergaulan bujang gadis, pendidikan agama pada kelompok pengajian (tadut pada kelompok bepu'um), pengantar tidur bayi (nenggung mato), dan lain sebagainya.

"Jika mencermati hal-hal tersebut, maka sastra tutur sebagai bentuk seni budaya lokal yang khas ini sangat patut digali, dilestarikan dan dikembangkan," katanya.

Disamping itu, saat ini keberadaan sastra tutur pada posisi yang mengkhawatirkan. Hampir di setiap daerah sastra tutur sudah sulit sekali dicari orang-orang yang bisa menuturkannya.

Barangkali, sudah banyak sekali sastra tutur di daerah yang sudah punah.

Sementara, penyair Sumsel Taufik Wijaya mengatakan, dalam mengangkat kembali tradisi budaya seperti sastra tutur, yaitu dengan melibatkan semua unsur. "Karena kebudayaan ini bukan hanya milik satu suku saja, tetapi seluruh masyarakat, karenanya perlu melibatkan semua pihak,"kata dia.

Keterlibatan itu bukan hanya dengan membuat berbagai festival, tetapi perlu diterapkan dalam dunia pendidikan, bahkan menjadi bagian dari adat yang digunakan kembali oleh masyarakat.

Keterlibatan pemerintah dan swasta juga dianggap penting dalam mengangkat kembali seni sastra tutur itu. Kepala Bagian Promosi dan Pemasaran Bank Sumsel, Iqbal J Permana mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan melaksanakan Festival Sastra Tutur se-Sumatera Selatan.

"Inilah salah satu upaya kita membantu perkembangan sastra tutur di Sumsel, karena dinilai telah melestarikan bentuk sastra tutur tersebut," katanya.

0 Comments:

Poto Anggota Komunitas L4L