1. Sumbai Besar
2. Sumbai pangkal Lurah
3. Sumbai Ulu Lurah
4. Sumbai Mangku Anom
Kepala sumbai ini disebut Jurai Tue yang mana masing-masing di perintah oleh Pangeran, mereka menyebutnya Pasemah Sindang Merdike yang mana tidak ada yang menguasai daerah itu,hal ini lah yang membuat Raja tiang Alam marah dan ingin memberontak terhadap Belanda.
PADA TAHUN 1821 perjanjian mengenai kesultanan Palembang dengan Sindang Merdike di hapus dan kemudian diambil alih oleh Belanda, Belanda ingin sekali menangkap Raja Tiang Alam tetapi suku Semidang tidak mau memberikannya.
Mengenai Raja Tiang Alam berasal dari Muara Pinang beliau paman dari Pangeran Muara Pinang, daerah Lintang dulu merupakan daerah Kekuasaan yang ingin di kuasai Belanda,didusun Tebat Salak Belanda melanggar salah satu butir mengenai perjanjian Sindang Merdike, karena ketidak mampuan Lampik Empat untuk menyerahkan Tiang Alam menyebabkan komandan pasukan Belanda De Brauw pada tanggal 1854 melanggarnya.
Pada tahun 1830 kepala Kepolisian di bekas Kesultanan Palembang di jabat oleh Pangeran keturunan Sultan Mansyur bernama Pangeran Karta Menggala, semasa pangeran Kerta Manggala menjadi Perdana Menteri hampir seluruh daerah di Palembang bergolak melawan Belanda.
Didaerah Lematang Ulu dipimpin Piruhun dari Gumai Ulu, di Kikim oleh Bayan , di Musi Ulu di pimpin Dragam dan dari Empat Lawang oleh Raja Tiang Alam.
Memang secara historis Empat Lawang selamanya merupakan daerah Kesultanan Palembang sedangkan Sindang Merdike berbeda,memang diakui Belanda bahwa perlawanan terkuat yang dihadapinya di pedalaman Palembang adalah Raja Tiang Alam.
Didaerah Gunung Meraksa pernah satu kompi tentara Belanda hanya tersisa beberapa orang termasuk Asisten Residen Belanda setelah terjadi pertempuran, mereka di selamatkan oleh menantunya dari Gunung Meraksa dengan jaminan f 2000
Dapat dimengerti bahwa Kepala Marga di Empat Lawang menentang Tiang alam karena takut kehilangan kekuasaan,dari catatan Jenderal De Brauw bahwa pasukan Belanda banyak mati waktu penumpasan Raja Tiang Alam.
Pada bulan Oktober 1851 setelah dikejar kejar Raja Tiang Alam menawarkan penyerahan diri dan menghentikan perlawanan apabila menjadi kepala dari seluruh Marga di Empat Lawang di penuhi Belanda.
Kemudian Belanda membakar Tebat Salak dan memasuki Pasemah (Basemah) karena Lampik Empat menolak untuk menyerahkan Tiang Alam , didalam pasukan Tiang Alam banyak orang Pasemah yang mendukungnya sehingga orang Pasemah sendiri berat untuk menyerahkannya.
Nara Sumber : Arif Fahmi, Muaro Danau
1 Comment:
Ya memang suku lintang dan besemah saling menghormati dan saling menghargai semoga selalu terjalin perdamaian seperti yaήg sudah di contohkan oleh para leluhur yaήg saling bahu membahu dan saling tolong menolong dalam menghadapi penjajah belanda ..
Post a Comment