Dari penelusuran Sripo pekan lalu, hutan lindung di kawasan Bukit Barisan mulai dari Kecamatan Paiker, Tebingtinggi, Muarapinang hingga wilayah Lintang Kanan, di beberapa bagian sudah menjadi areal perladangan dan perkebunan kopi garapan warga setempat.
Di wilayah Kecamatan Lintang Kanan misalnya, menurut perkiraan tidak kurang ribuan hektare hutan lindung di sini sudah menjadi areal perkebunan kopi. Tanaman kopi di kawasan hutan lindung ini cukup subur, sehingga warga berlomba-lomba membuka areal perkebunan.
Perjalanan ke kebun dari desa bisa setengah hari. Jadi, kami sebagian bermalam di kebun membuat pondok, karena tidak ada waktu untuk bekerja lagi bila pulang pergi dari kebun ke desa. Tanaman kopi di sini subur, terbukti hasil panen lebih banyak jika dibandingkan berkebun di semak belukar di sekitar desa,” kata Subhi, warga Desa Sukarami.
Sementara itu Kepala Desa Lubukcik, Iskandar membenarkan, sebagian warganya membuka lahan perkebunan di kawasan hutan lindung Bukit Barisan itu. “Di hutan lindung itulah masyarakat mencari penghidupan dengan bertanam kopi. Sebelum dijadikan kebun, lazimnya areal dibuka pertama kali untuk berladang dengan tanaman padi ladang,” katanya.
Sementara itu, maraknya aksi perambahan hutan lindung yang dijadikan perkebunan dan perladangan oleh warga ini, menurut petugas Dishutbun, karena keterbatasan personil Polhut dan alokasi anggaran untuk melakukan pengawasan hutan lindung di daerah itu.
Saat ini kami agak kerepotan, karena masyarakat sulit diturunkan dari kawasan hutan lindung yang telah dijadikan kebun itu. Kami hanya bisa memberikan himbauan kepada warga agar tidak lagi membuka dan merambah hutan lindung, karena dilarang oleh Undang-undang dan ada ancaman pidananya,” kata Kepala Dishutbun Empatlawang, Ir H Dumyati Isro, MM yang ditemui seusai rapat Pansus DPRD Empatlawang, Rabu (7/4).
Menurut data di Dishutbun Empatlawang, luas areal perkebunan kopi garapan warga di derah ini mencapai 61.000 Ha. Dari luas tersebut, 35 persen di antaranya areal perkebunan kopi warga ini sudah masuk dalam kawasan hutan lindung. “Kami telah mengajukan usul kepada pemerintah
untuk pengalih fungsian hutan lindung tersebut menjadi hutan kemasyarakatan, di mana masyarakat bisa mengelolah hutan lindung secara legal dengan syarat ditanami pohon besar, sehingga tidak terjadi penggundulan,” tandasnya.
sumber : sriwijaya post
0 Comments:
Post a Comment