“Kami mengeluhkan pelayanan bidan yang bertugas di Polindes desa kami, karena pelayanannya tebang pilih. Ia hanya melayani orang yang kaya saja, sedangkan orang yang miskin disepelekan saja,” ujar Mulyadi (36), warga Desa Lubuklayang, Kecamatan Pendopo, Selasa (22/6).
Tidak hanya pelayanan saja terhadap warga masyarakat kurang mampu yang anaktirikan, tetapi paramedis memungut biaya berobat berkisar Rp 25.000-50.000 setiap pasiennya. Padahal kata Mulyadi, gembar-gembornya berobat gratis.
“Kami minta tindakan tegas dari Dinkes Empatlawang untuk memberikan sanksi. Ya, pindahkan saja dari desa kami ini,” ujarnya.
Diceritakan Mulyadi, ia pernah mengalami kurang baiknya pelayanan bidan ditempatnya. Saat itu ia membawa ibunya yang sakit, namun bidan tidak memberikan pelayanan.
Dengan berbagai macam alasan bidan tersebut, karena tidak mau mengobati ibunya itu.
“Alasannya capek, banyak kerjaan sehingga kami terpaksa pulang. Ya, masyarakat desa sudah banyak mengeluh dengan pelayanannya,” katanya.
Kepala Dinkes Empatlawang, Dr M Teguh Idrus saat dikonfirmasi mengatakan, tidak dibenarkan adanya biaya berobat apabila berobatnya saat jam kerja, yakni pukul 08.00-16.00.
Diluar jam tersebut, maka statusnya sudah pada jam praktek dan bidan bisa memungut biaya karena memang pembelian obat-obatannya dengan biaya sendiri.
“Kalaupun persyaratan sudah lengkap, maka tidak ada pungutan biaya,” ungkapnya.
Sedangkan masalah pelayanan, lanjut Teguh, kembali ke pribadi masing-masing bidan. Bidan seharusnya melaksanakan 3 citra, yakni penampilan, pelayanan dan program. Dalam pelayanan terhadap masyarakat ia harus beretika baik, ramah dan murah senyum.
“Ingatlah satu langkah satu senyum, karena memang sebagai bidan selalu berhadapan dengan masyarakat,” ujarnya.
Hanya saja, pihak Dinkes Empatlawang tidak bisa memberikan sanksi kepada bidan yang menarik biaya dan tebang pilih dalam pelayananya kepada masyarakat.
sumber : sriwijaya post
0 Comments:
Post a Comment