Harga yang diminta pemilik lahan dan rumah warga yang berada di depan gedung RSUD tersebut terlalu mahal dan terkesan pemilik lahan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Bupati Empatlawang H Budi Antoni Aljufri mengatakan, harga yang ditawarkan oleh warga mencapai Rp 400 juga per unit rumah ditambah dengan lahan.
Nilai itu dipandang jauh diatas nilai jual obyek pajak (NJOP). Padahal rumah warga itu adalah rumah tua dan bangunannya bukan permanen.
“Kalau mereka tidak menurunkan harga pembebasannya, kita akan alihkan saja pembangunan RSUD nantinya di lokasi lain. Kita akan cari lokasi yang lebih strategis lagi,” ujarnya.
Budi mengultimatum agar pembebasan sudah ada kejelasannya akhir tahun 2010. “Kita tidak memaksakan masyarakat, kalaupun memang tidak mau diganti rugi dengan harga yang wajar
maka kita bangun di lain saja. Nantinya gedung yang rencananya untuk RSUD, kita fungsikan sebagai Puskesmas Tebingtinggi,” ujarnya.
Menurutnya, pengalihan lebih efisien ketimbang harus membayar ganti rugi yang tinggi. Lahan tersebut awalnya hibah dari masyarakat, yakni seluas lebih kurang 3 hektare.
Hanya saja dibagian depan warga meminta ganti rugi terlalu tinggi, sedangkan apabila rumah tersebut tidak dirobohkan posisi bangunan RSUD dibagian belakang, sehingga tidak strategis dan juga tidak memenuhi izin dampak lingkungannya.
“Kita hitung saja, rata-rata sebuah rumah Rp 400 juta dan banyaknya 8 rumah jumlahnya sudah Rp 3 milyar lebih. Berarti sudah bisa dibangunkan gedung baru,” katanya.
Padahal, lanjut Bupati, dirinya sudah menargetkan pada tahun 2011 ini Empatlawang sudah memiliki RSUD, sehingga pengobatan tidak lagi dirujuk ke RSUD kota lainnya seperti selama ini. Bahkan, ada beberapa dokter spesialis yang siap bekerja di Empatlawang.
sumber : sriwijaya post
0 Comments:
Post a Comment